Kamis, 03 Maret 2011

Good Governance di Indonesia

Menurut hasil riset Booz-Allen & Hamilton, seperti dikutip oleh Irwan (2000), menunjukkan bahwa Indonesia pada tahun 1999 menduduki posisi paling parah dalam hal indeks good governance, indeks korupsi dan indeks efisiensi peradilan dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara lainnya. Besarnya indeks good governance Indonesia hanya sebesar 2,88 di bawah Singapura (8,93), Malaysia (7,72), Thailand (4,89), dan Filipina (3,47). Indeks ini menunjukkan bahwa semakin rendah angka indeks maka tingkat good governance semakin rendah, dan sebaliknya (lihat tebel 1).

Tabel 1: Good Gevernance di Asia Tenggara 1999

Negara

Indeks

Efisiensi Peradilan

Indeks

Korupsi

Indeks

Good Governance

Kategori

Kualitas Governance

Malaysia

9,00

7,38

7,72

Good Governance

Singapura

10,00

8,22

8,93

Good Governance

Thailand

3,25

5,18

4,89

Fair Governance

Filipina

4,75

7,92

3,47

Fair Governance

Indonesia

2,50

2,15

2,88

Poor Governance

Sumber: Booz-Allen & Hamilton, seperti dikutip Irwan (2000), Huther and Shah (2000), dan Sri Y. Susilo (2000) Rendahnya indeks good governance di Indonesia didukung oleh hasil studi Huther dan Shah (1998) yang menyatakan bahwa Indonesia termasuk ke dalam kategori negara poor governance. Studi ini melihat governance quality dengan cara menghitung besarnya governance quality index di masing-masing negara yang menjadi sampel. Indeks kualitas governance diukur dari: (1) indeks partisipasi masyarakat, (2) indeks orientasi pemerintah, (3) indeks pembangunan sosial, dan (5) indeks manajemen ekonomi makro. Melihat hasil studi di atas maka secara objektif harus diakui bahwa kualitas governance Indonesia masih jauh dari good governance. Namun secara objektif juga harus diakui bahwa pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menuju terciptanya good governance. Upaya tersebut dapat dilihat dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi sejak pertengahan tahun 1980-an. Deregulasi diarahkan dengan mengurangi dan atau menghilangkan berbagai peraturan yang dirasa menghambat kegiatan perekonomian. Secara khusus pemerintah menghilangkan berbagai peraturan yang menghambat kegiatan ekspor. berbagai kebijakan deregulasi di bidang ekonomi nampak jelas menunjukkan orientasi pemerintah yang berubah dari inward oriented menuju outward oriented. Sejalan dengan kebijakan tersebut maka pengembangan sektor industri juga diarahkan untuk produk-produk tujuan ekspor.

Peran IAI

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa penyelewengan KKN begitu merajalela di Indonesia? Secara teoritis terjadinya korupsi dipengaruhi oleh faktor permintaan dan faktor penawaran (lihat misalnya Tanzi, 1998). Dari sisi permintaan dimungkinkan karena adanya (1) regulasi dan otorisasi yang memungkinkan terjadinya korupsi, (2) karakteristik tertentu dari sistem perpajakan, dan (3) adanya provisi atas barang dan jasa di bawah harga pasar. Sedangkan dari sisi penawaran dimungkinkan terjadi karena (1) tradisi birokrasi yang cenderung korup, (2) rendahnya gaji di kalangan birokrasi, (3) kontrol atas institusi yang tidak memadai, dan (4) transparansi dari peraturan dan hukum. Untuk dapat memberantas korupsi dan juga kolusi sehingga upaya terwujudnya good governance dapat lebih cepat tercapai maka perlu dukungan dan upaya dari berbagai pihak. Untuk itu perlu diciptakan sistem akuntabilitas yang efektif. Dalam hal ini pengambil kebijakan harus memfokuskan usaha mereka terhadap pencapaian tujuan-tujuan sebagai berikut (Langseth, 2000; Langseth, Stapenhurst, and Pope, 1997) :

  1. Para pemegang posisi kunci di lembaga eksekutif dan pelayanan masyarakat harus memperkuat institusi publik.
  2. Para politisi dan pegawai negeri secara kolektif harus bertanggung jawab jawab atas pelaksanaan tugas dan komitmen pemerintah.
  3. Para politisi dan birokrat pada umunya harus lebih responsif terhadap kebutuhan perusahaan-perusahaan milik swasta maupun milik negara.
  4. Seluruh warga negara, sektor swasta, media dan masyarakat sipil harus dididik dan diberdayakan untuk untuk meningkatkan akuntabilitas sektor publik.

Selanjutnya agar akselerasi sistem akuntabilitas publik dapat lebih cepat tercapai, maka diperlukan komitmen dan integritas dari berbagai pihak yang terkait dengan upaya pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi merupakan salah satu upaya untuk menegakkan paradigma good governance. The Economic Development Institute (EDI) of the World Bank dengan berbagai pihak dalam rangka upaya memberantas KKN, terutama korupsi, telah memperkenalkan konsep yang disebut “pillars of integrity” (lihat misalnya Langseth, Stapenhurst, and Pope, 1997; Dye and Stapenhurst, 1998). Konsep mengenai sistem integritas nasional tersebut setidaknya melibatkan 8 (delapan) lembaga yang disebut “pillars of integrity“, yaitu: (1) lembaga eksekutif, (2) lembaga parlemen, (3) lembaga kehakiman, (4) lembaga-lembaga pengawas (“watchdog” agencies), (5) media, (6) sektor swasta, (7) masyarakat sipil, dan (8) lembaga-lembaga penegakan hukum. Termasuk ke dalam pilar lembaga-lembaga pengawas antara lain kantor-kantor auditor, lembaga anti korupsi dan ombudsman. Sedangkan yang termasuk pilar sektor swasta antara lain kamar dagang, asosiasi industri dan asosiasi profesional. Organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga keagamaan dan LSM termasuk ke dalam pilar masyarakat sipil. Pilar tersebut tentunya bisa diperluas menurut kondisi masing-masing negara. Di Indonesia misalnya, mahasiswa tentu dapat dimasukkan sebagai salah satu unsur pilar integritas karena mereka telah memelopori reformasi atau perubahan. Bahkan mereka sekaligus juga dapat menjadi bagian dari “watchdog” yang lebih galak. Bagaimana dengan IAI? IAI dapat masuk ke dalam lembaga-lembaga pengawas karena pada umumnya auditor pada berbagai kantor akuntan publik merupakan anggota IAI. Organisasi IAI ini adalah organisasi profesional oleh karena itu juga dapat masuk ke dalam pilar sektor swasta. Pertanyaan selanjutnya mampukah IAI berdiri menjadi pilar tersendiri? Jawabnya, di atas kertas adalah IAI mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi pilar ke-9 dari “pillars of integrity” di Indonesia. Seperti diketahui sebagian anggota dari IAI merupakan auditor yang profesional yang tergabung dalam kantor auditor atau kantor akuntan publik. Ada atau tidaknya korupsi dalam suatu kegiatan ekonomi dapat diketahui dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Dengan demikian jelas ada tidaknya penyelewengan keuangan sangat tergantung dari pekerjaan dan kesimpulan yang direkomendasikan oleh lembaga auditor. Di Indonesia misalnya, ada tidaknya KKN pada institusi pemerintah secara formal diketahui dari laporan yang dikeluarkan oleh BPK, BPKP atau kantor akuntan publik yang ditunjuk. Kondisi tersebut menjadikan IAI mempunyai tugas dan kewajiban terhadap anggotanya yang terlibat dalam proses pemeriksaan akuntan (auditing) agar tetap menjunjung tinggi profesionalisme mereka. Tuntutan profesionalisme bagi auditor antara lain: (1) meningkatkan dan mengembangkan ilmu dan seni akuntansi, (2) menjaga kepercayaan publik terhadap profesi, dan (3) mengadakan dan menjalankan setiap program dan kegiatan profesi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas jasa yang diberikan profesi. Sebagai organisasi profesional, di samping harus mampu membina anggotanya, IAI harus mampu mengawasi dan menindak anggotanya yang melanggar kode etik profesi. Tugas dan kewajiban IAI dalam hal ini memang tidak mudah tetapi bukan hal yang tidak mungkin. Kewajiban lain yang harus dipikul IAI agar dapat menjadi salah satu “pillars of integrity” adalah menjadi salah satu agen yang mempromosikan good governance (lihat misalnya Shunglu, 1998). Promosi ini dilakukan pada dasarnya untuk “menyuarakan” adanya keterbukaan dan akuntabilitas dalam berbagai aktivitas masyarakat. Promosi tersebut misalnya dapat dilakukan dengan membantu pihak lain yang terlibat pemberantasan korupsi. Banyak lembaga-lembaga lain yang terlibat, seperti LSM, lembaga ombudsman dan lembaga keagamaan, terbatas pemahaman dan pengetahuan mereka mengenai laporan keuangan dan pemeriksaan keuangan yang paling sederhana sekalipun. Organisasi IAI dapat membantu mereka dengan memberikan pengetahuan praktis atau jika memungkinkan memberikan bantuan sumberdaya manusia. Selanjutnya jika dimungkinkan IAI dapat menyusun petunjuk praktis pengetahuan laporan keuangan dan pemeriksaan keuangan bagi organisasi masyarakat di tingkat paling bawah seperti RT dan RW. Jika selama ini IAI mampu membantu usaha kecil dalam laporan dan pemeriksaan keuangan, hal yang sama tentunya bisa dilakukan pada organisasi kemasyarakatan pada tingkatan yang paling bawah tersebut. Dengan pemahaman masyarakat akan pemeriksaan keuangan pada tingkat yang paling sederhana semakin meningkat, selanjutnya masyarakat akan terbiasa dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Kondisi tersebut sangat mendukung iklim untuk memberantas korupsi yang pada gilirannya dapat terciptanya iklim good governance. Peran lain yang dapat IAI diambil untuk mendukung gerakan anti-korupsi yang merupakan salah satu elemen gerakan untuk menciptakan good governance adalah dengan memberikan dukungan teknis kepada gerakan atau lembaga anti-korupsi. Dukungan teknis sangat mungkin dilakukan oleh IAI karena organisasi ini mempunyai anggota yang ahli dalam menentukan ada tidaknya penyelewengan keuangan atau korupsi, yaitu akuntan yang bertindak sebagai auditor.

International Accounting

Terdapat dua model umum pelaporan keuangan yaitu Anglo- American Model atau Anglo- Saxon Model dan Continental Model. Anglo- Saxon Model lebih cenderung didominasi oleh peran profesi akuntansi, sedangkan peran pemerintah terbatas. Selain itu juga menekankan pada kepentingan pasar modal dan penyajian yang jujur, wajar, dan dapat diaudit. Kebalikannya, model continental lebih cenderung didominasi oleh peran pemeran dan peran profesi akuntansi cukup terbatas.

Anglo- American Model

United Kingdom

Sebelum tahun 1981, Companies Act focus pada disclosure. Namun mulai tahun 1981, Companies Act yang sebelumnya dikonsolidasi dan beberapa arahan dari EU dilewatkan. Profesi akuntansi di UK terdiri dari enam organisasi besar yaitu:

  1. Institute of Chartered Accountants in England and Wales
  2. Institute of Chartered Accountants of Scotland
  3. Institute of Chartered Accountants in Ireland
  4. Association of Certified Accountants
  5. Institute of Cost and Management Accountants
  6. Chartered Instituted of Public Finance and Accountancy

Tidak ada organisasi yang bertindak sebagai standard setter di England hingga tahun 1970. Standard setter yang pertama yaitu ASSC yang diorganisir oleh ICAEW pada tahun 1970, sedangkan kelima organisasi akuntansi lain akhirnya bergabung dengan ICAEW.

United States

Lebih memfokuskan penyajian laporan keuangan yang representational faithfulness demi kepentingan pengambilan keputusan oleh para investor dan kreditor. Mengesampingkan kepentingan legitimasi/ pemerintah untuk kepentingan pajak.

Kanada

Pada awalnya, Kanada lebih berkiblat pada standar akuntansi di England. Namun seiring perkembangannya, Negara ini mulai terpengaruh dengan US standards.

Australia

Sementara Australia mengandalkan British Companies Act, berbagai Negara bagian Australia juga memiliki Companies Act tersendiri yang menekankan pentingnya disclosure, bukan peraturan pengukuran, dan tidak selalu terjadi kesepakatan antara Negara bagian yang satu dengan yang lainnya. Representational faithfulness pada awalnya dikedepankan tapi akhirnya mereka cenderung mengutamakan kepentingan legalistic. Terdapat dualisme dalam penentuan standard.

The ASEAN

Grup Negara berkembang yang terdiri dari Malaysia, Indonesia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Secara umum, Negara ASEAN lebih focus pada disclosure. Negara- Negara ini mengadopsi standard dari baik dari Anglo- American Model, United Kingdom, dan IASB.

The Continental Model

Perancis

Praktik akuntansi di Negara ini diseragamkan dan cenderung bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpajakan.

Jerman

Di jerman, sumber permodalan yang utama adalah bank. Standard setting akuntansi keuangan dan GAAP dalam US dan UK tidak terdapat di Negara ini. Kegiatan profesi akuntansi lebih banyak dilakukan sebagai fungsi audit. Namun pada tahun 1965, Jerman mulai mengadopsi pendekatan Anglo- Saxon dalam hal disclosure yang diminta diperbanyak dan tuntutan konsolidasi bagi perusahaan- perusahaan besar.

Jepang

Ekonomi Jepang yang lebih bersifat oligopolistic menyebabkan dominasi peran pemerintah dalam praktik akuntansi di Jepang. Pada abad 19, Jepang mulai mengadopsi model dari Perancis dan Jerman. Lebih memproteksi kreditor daripada menyediakan informasi bagi investor mengakibatkan neraca lebih diutamakan daripada laporan laba rugi. Namun kegagalan beberapa perusahaan selama tahun 1990an menyebabkan perubahan arah sehingga Jepang lebih menekankan pada laporan laba rugi.

INDONESIA ADOPTION OF IFRS

Saat ini, Indonesia sedang menyiapkan diri untuk mengadopsi IFRS secara penuh. Hal ini merupakan kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai salah satu anggota G- 20. Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI (DSAK- IAI) mulai melakukan konvergensi IFRS yang ditargetkan selesai pada tahun 2012. Tahap peralihan PSAK yang dahulunya mengadopsi US GAAP ini akan dilakukan secara bertahap. Tahap adopsi dimulai pada tahun 2008 hingga tahun 2010 yang meliputi adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, serta evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap SAK yang berlaku. Selanjutnya yaitu tahap persiapan akhir yang dilaksanakan selama tahun 2011, meliputi penyelesaian persiapan infrastruktur dan penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS. Hingga akhirnya pada tahun 2012 akan dimulai tahap pengimplementasian PSAK berbasis IFRS serta dilakukan evaluasi secara komprehensif.

Konvergensi IFRS bertujuan agar tidak diperlukan rekonsiliasi antara laporan keuangan berdasarkan PSAK dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Konvergensi ini juga bermanfaat untuk menarik minat investor secara global melalui transparansi dan kemudahan dalam memahami laporan keuangan karena telah menggunakan standar yang berlaku secara internasional. Selain itu juga menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan dan menurunkan biaya modal dalam penggalangan dana melalui pasar modal.

Program konvergensi IFRS tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap dunia bisnis, antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatnya daya banding laporan keuangan memberikan kemudahan dalam mengakses pasar modal secara global.

2. Nilai wajar yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan akan meningkatkan relevansi laporan keuangan.

3. Laporan laba rugi akan menjadi lebih fluktuatif mengikuti perubahan harga pasar.

4. Sulit dilakukan smoothing income karena menggunakan pendekatan neraca dan nilai pasar.

5. IFRS menekankan pada principle base yang sangat bergantung pada interpretasi dan professional judgment sehingga daya bandingnya akan sedikit turun apabila terdapat kepentingan untuk mengatur laba (earning management).

6. Membatasi penggunaan off- balance sheet.

Berikut ini merupakan perbandingan antara PSAK dengan IFRS

PSAK

IFRS

43 standar (PSAK)

37 Standar: 8 IFRS dan 29 IAS

8 Standar Syari’ah

27 Interpretasi: 16 interpretasi IFRIC dan 11 interpretasi SIC

11 Interpretasi (ISAK)


4 Buletin Teknis


1 SAK ETAP (Standar untuk SME)


Progress

Rencana Tahap Peralihan Kerangka Standar Akuntansi di Indonesia

2010- 2011

>2012

SAK Umum:

SAK Umum:

PSAK berbasis IFRS

PSAK Berbasis IFRS

Standar Syari’ah

PSAK Non IFRS (Termasuk Syari’ah)

PSAK 45


PSAK Non- IFRS Lainnya


SAK ETAP

SAK ETAP


SAK Entitas Nirlaba

Terdapat 14 PSAK yang disahkan selama periode 23 Desember 2009- 30 Juni 2011 berlaku 2011, antara lain sebagai berikut:

1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan

2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas

3. ED PSAK 3 : Laporan Keuangan Interim (akan disahkan segera, kemungkinan bisa berlaku tahun 2011)

4. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri

5. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi

6. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalamVentura Bersama

7. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi

8. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan

9. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset

10. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi

11. PSAK 58 (revisi 2009): AsetTidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

12. PSAK 19 (2010): Aset Takberwujud

13. PSAK 23 (2010): Pendapatan

14. PSAK 7 (2010): Pengungkapan PihakPihak yang Berelasi

15. PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis

PSAK yang akan berlaku mulai tahun 2012 sebagai berikut:

1. ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa SetelahTanggal Neraca

2. PSAK 10 (2010): TransaksiMata Uang Asing (Sudah disahkan , Penerapan Dini diijinkan)

3. ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya

4. ED PSAK 24 (2010) Imbalan Kerja

5. ED PSAK 60 : Instrumen Keuangan: Pengungkapan

6. ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian

7. ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham

8. ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan

9. ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah

10. ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi Perbandingan IFRS vs PSAK (berlaku per 31 Maret 2010)

Sumber :

http://news.okezone.com/read/2009/05/28/229/223980/229/dampak-konvergensi-ifrs-terhadap-bisnis

www.iaiglobal.or.id

IMPLEMENTASI LAPORAN KEUANGAN LABA RUGI KOMPREHENSIF DI CHINA

Dengan berkembangnya perekonomian, ilmu dan tekonologi, serta perkembangan kebutuhan informasi bagi stakeholder perusahaan maka laporan laba/rugi yang sudah diakui secara general dirasa kurang relevan untuk memenuhi arus informasi keuangan. Oleh karena itu ada sebuah konsep yang ditawarkan oleh IASB berupa laporan laba rugi komprehensif yang dirasa dapat lebih memberikan gambaran secara menyeluruh terhadap stakeholder. Seiring berjalannya waktu IASB dengan International Financial Reporting Standar dimana didalamnya terdapat konsep Laba / Rugi Komprehensif yang nantinya akan menggantikan Laba / Rugi konsep GAAP sudah mulai diakui secara internasional. Itulah yang menjadi dasar mengapa China yang terkenal akan perdagangannya harus merubah konsep laba ruginya menjadi laba rugi komprehensif.
Karakteristik Laba Rugi komprehensif :
Menurut SFAS 3 dari Financial Accounting Standards Board (FASB) inti dari laba komprehensif adalah menggunakan fair value dalam menilai aset dan liabilitas selain biaya historis.
Dan menurut SFAS 130, "pendapatan komprehensif lainnya" Other Comprehensive Income (OCI) adalah bagian dari pendapatan komprehensif total tetapi umumnya dikecualikan dari pendapatan bersih.
Perbandingan laporan laba rugi konservatif dengan laba rugi komprehensif :
1. Laba komprehensif lebih menyeluruh. Laba komprehensif mencakup perubahan ekuitas pemilik dalam jangka waktu yang ditetapkan lebih lengkap dari pada hanya menambahkan investasi dari pemilik dan didistribusikan kepada pemilik. Ini terdiri dari dua bagian, lababersih, laba dari laba US GAAP yang terlihat, dan laba komprehensif lainnya yang tidak termasuk laba komprehensif US GAAP.
2. Dasar perspektif dari laba komprehensif adalah aset dan kewajiban bukan pendapatan dan biaya, laba komprehensifmengaplikasikan perpektif aset-liabilitis untuk mengakui laba, dibandingkan dengan perpektif pendapatan dan biaya yang diaplikasikan di laba US GAAP.
3. Aspek pengukuran tidak sebatas hanya biaya historis saja, namun harga pasar juga dapat digunakan sebagai optional

Tiga jenis Perspektif Laba rugi komprehensif:
1. Dua jenis statement ( laporan laba rugi dan laporan laba rugi komprehensif) tujuan adanya laba rugi kompehensif untuk menjelaskan informasi lebih detail dalam laporan laba rugi
2. Dua jenis statement ( Laporan laba rugi dan laporan laba rugi komprehensif ekstended ) dalam laba rugi komprehensif ekstended tidak hanya laba bersih namun juga penghasilan komprehensif lainnya yang menampung semua jenis pendapatan baik sudah terealisasi maupun belum.
3. Menjadi bagian dari laporan ekuitas pemegang saham
Ketiga cara tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu dengan harapan dapat menyajikan laporan laba rugi komprehensif yang lebih menyeluruh dan lebih informatif.
Ketika suatu sistem pelaporan akan diimplementasikan dalam suatu negara, maka perlu digambarkan dahulu mengenai keadaan Laporan Keuangan yang terdapat di China :
(1) biaya historis sebagai atribut pengukuran utama. Menurut (China Accounting Standard) CAS, aset harus dicatat sebesar harga perolehan pada saat memperoleh aset. Meskipun perubahan harga, kecuali ditentukan lain oleh negara, nilai buku tidak boleh disesuaikan. Sebagai instrumen keuangan, beberapa dapat dicatat sebesar nilai pasar pada akhir periode, dan belum direalisasi memegang Keuntungan atau kerugian akibat perubahan nilai wajar seperti yang tersedia untuk dijual harus diungkapkan dalam bagian ekuitas neraca.
(2) Pendapatan diakui berdasarkan prinsip realisasi. Menurut prinsip realisasi dan ketentuan terkait standar akuntansi untuk perusahaan, usaha rasional harus mengakui pendapatan dan laba catatan diwujudkan dalam waktu. Dengan standar akuntansi untuk perusahaan - penghasilan regulasi, pendapatan untuk barang dijual atau jasa diberikan harus diakui pada saat kondisi istimewa dapat terpenuhi. Lain keuntungan atau kerugian seperti penilaian kembali tanaman aset, memegang laba yang tersedia untuk dijual dicatat ke dalam cadangan neraca modal.
(3) Laba bersih atau laba merupakan indikator utama dari valuasi kinerja bisnis. Menurut Perusahaan China, kegiatan usaha yang seperti penerbitan surat berharga seperti saham, suspensi dan perusahaan yang terdaftar dinilai terutama dengan menggunakan profit indeks. Perhatian khusus untuk keuntungan tertentu apabila dapat menghasilkan kualitas neraca yang realistis, telah menjadi masalah yang sangat penting. Saat ini, laba merupakan indikator utama dari valuasi performa bisnis. Dalam mengimplementasikan suatu sistem baru tentu tidak dapat secara langsung diaplikasikan di negara tersebut, oleh karena itu ada dua tahap yang sebaiknya China lakukan dalam mengimplementasikan Laba Komprehensif :
1. Pernyataan tentang laporan ekuitas pemegang saham harus dipersiapkan dengan matang, dengan melaporkan semua perubahan bunga, yang mana laba komprehensif lain seperti laba yang belum terealisasi atau rugi harus disajikan lebih detail. Walaupun dalam standar akuntansi yang baru laporam pemegang saham dilaporkan sebagai laporan tambahan, bagaimanapun langkah awal dalam mengaplikasikan laporan laba komprehensif sebagai bagian dari laba komprehensif, laba komprehensif lain harus dilaporkan terpisah dari bagian modal lain – lain.
2. Langkah kedua untuk mengembangkan laba rugi menjadi laba rugi extended. Mengkombinasikan laporan laba rugi komprehensif lain dan laba rugi saat ini menjadi satu laporan laba rugi lengkap. Lalu laporan laba rugi yang lengkap dapat disusun. Laba rugi komprehensif menggunakan atribut fair value. Faktanya dalam standar yang baru untuk entitas bisnis, fair value digunakan dalam beberapa standar seperti debt restructuring, the exchanger of non-monetary assets, etc. Dalam mengimplementasikan Fair Value akan meningkatkan kualitas dari laporan laba rugi komprehensif.

Dalam artikel ini yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai laba rugi komprehensif menurut IFRS untuk diterapkan di Cina namun, ini kurang menggambarkan secara detail perbedaan yang mendasar mengenai perbedaan laba rugi menurut CSA dan laba rugi menurut IFRS berdasarkan karakteristik dan prinsip yang dianut sehingga kita dapat lebih detail mengetahui kendala-kendala yang akan terjadi dan antisipasinya, seperti :
1.Dalam IFRS prinsip reliable lebih diutamakan daripada relevansi laporan keuangan karena penggunaan konsep fair valuedapat lebih mengga,barkan keadaaan perusahaan saat ini (reliable), namun tidak ada bukti otentik yang relevan bila dibandingkan dengan historical cost yang memiliki bukti berupa faktur pembelian suatu aset perusahaan sebagai bukti yang relevan.
2.Penghapusan pos-pos luar biasa dalam IFRS tetapi dengan mensegrasikan item-item secara terpisah yang dipercaya akan merefleksikan performa perusahaan lebih informatif.
3.Pada pos expense lebih diklasifikasikan dalam naturenya, misalnya CGS lebih dirinci lagi menjadi material cost, direct labour, dan overhead agar lebih disclosure.

Referensi
Liu, Xiaoyan and Yunan Liu; 2009; International Journal of Marketing Studies. Applying Reporting of Comprehensive Income in China; www.ccsenet.org/journal.html
http://www.ifrsaccounting.com/ifrsincomestatement.html