Senin, 17 Mei 2010

tugas riset akuntansi

TEKNIK SAMPLING
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.
Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara lain adalah,(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi – misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992); (d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk
Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .
Populasi atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah seluruh pegawai di departemen “A”. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi “Y”, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”

Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian.

Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (, makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.
Di bawah ini digambarkan hubungan antara jumlah sampel dengan tingkat kesalahan seperti yang diuarakan oleh Kerlinger

besar
kesa-
lahan
kecil
kecil besarnya sampel besar

Ukuran sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik (manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Ada pula yang menuliskan, untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi, penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi, penelitian perbandingan kausal, 30 elemen per kelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok (Gay dan Diehl, 1992).
Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) memberikan pedoman penentuan jumlah sampel sebagai berikut :
1. Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen
2. Jika sampel dipecah lagi ke dalam subsampel (laki/perempuan, SD?SLTP/SMU, dsb), jumlah minimum subsampel harus 30
3. Pada penelitian multivariate (termasuk analisis regresi multivariate) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variable yang akan dianalisis.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
Krejcie dan Morgan (1970) dalam Uma Sekaran (1992) membuat daftar yang bisa dipakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut (Lihat Tabel)

Populasi (N) Sampel (n) Populasi (N) Sampel (n) Populasi (N) Sampel (n)
10 10 220 140 1200 291
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 302
25 24 250 152 1500 306
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 92 600 234 8000 367
130 97 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 123 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 1000000 384


Sebagai informasi lainnya, Champion (1981) mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji statistik. (Penjelasan tentang ini dapat dibaca di Bab 7 dan 8 buku Basic Statistics for Social Research, Second Edition)

Teknik-teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling

Probability/Random Sampling.
Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah mahasiswa perguruan tinggi “A”, maka peneliti harus bisa memiliki daftar semua mahasiswa yang terdaftar di perguruan tinggi “A “ tersebut selengkap mungkin. Nama, NRP, jenis kelamin, alamat, usia, dan informasi lain yang berguna bagi penelitiannya.. Dari daftar ini, peneliti akan bisa secara pasti mengetahui jumlah populasinya (N). Jika populasinya adalah rumah tangga dalam sebuah kota, maka peneliti harus mempunyai daftar seluruh rumah tangga kota tersebut. Jika populasinya adalah wilayah Jawa Barat, maka penelti harus mepunyai peta wilayah Jawa Barat secara lengkap. Kabupaten, Kecamatan, Desa, Kampung. Lalu setiap tempat tersebut diberi kode (angka atau simbol) yang berbeda satu sama lainnya.
Di samping sampling frame, peneliti juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian. Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.

1. Simple Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana
Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Selama perbedaan gender, status kemakmuran, dan kedudukan dalam organisasi, serta perbedaan-perbedaan lain tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang penting dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel secara acak sederhana. Dengan demikian setiap unsur populasi harus mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Prosedurnya :
1. Susun “sampling frame”
2. Tetapkan jumlah sampel yang akan diambil
3. Tentukan alat pemilihan sampel
4. Pilih sampel sampai dengan jumlah terpenuhi

2. Stratified Random Sampling atau Sampel Acak Distratifikasikan
Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui sikap manajer terhadap satu kebijakan perusahaan. Dia menduga bahwa manajer tingkat atas cenderung positif sikapnya terhadap kebijakan perusahaan tadi. Agar dapat menguji dugaannya tersebut maka sampelnya harus terdiri atas paling tidak para manajer tingkat atas, menengah, dan bawah. Dengan teknik pemilihan sampel secara random distratifikasikan, maka dia akan memperoleh manajer di ketiga tingkatan tersebut, yaitu stratum manajer atas, manajer menengah dan manajer bawah. Dari setiap stratum tersebut dipilih sampel secara acak. Prosedurnya :
1. Siapkan “sampling frame”
2. Bagi sampling frame tersebut berdasarkan strata yang dikehendaki
3. Tentukan jumlah sampel dalam setiap stratum
4. Pilih sampel dari setiap stratum secara acak.
Pada saat menentukan jumlah sampel dalam setiap stratum, peneliti dapat menentukan secara (a) proposional, (b) tidak proposional. Yang dimaksud dengan proposional adalah jumlah sampel dalam setiap stratum sebanding dengan jumlah unsur populasi dalam stratum tersebut. Misalnya, untuk stratum manajer tingkat atas (I) terdapat 15 manajer, tingkat menengah ada 45 manajer (II), dan manajer tingkat bawah (III) ada 100 manajer. Artinya jumlah seluruh manajer adalah 160. Kalau jumlah sampel yang akan diambil seluruhnya 100 manajer, maka untuk stratum I diambil (15:160)x100 = 9 manajer, stratum II = 28 manajer, dan stratum 3 = 63 manajer.
Jumlah dalam setiap stratum tidak proposional. Hal ini terjadi jika jumlah unsur atau elemen di salah satu atau beberapa stratum sangat sedikit. Misalnya saja, kalau dalam stratum manajer kelas atas (I) hanya ada 4 manajer, maka peneliti bisa mengambil semua manajer dalam stratum tersebut , dan untuk manajer tingkat menengah (II) ditambah 5, sedangkan manajer tingat bawah (III), tetap 63 orang.

3. Cluster Sampling atau Sampel Gugus
Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A : laki-laki semua, stratum B : perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Misalnya, dalam satu organisasi terdapat 100 departemen. Dalam setiap departemen terdapat banyak pegawai dengan karakteristik berbeda pula. Beda jenis kelaminnya, beda tingkat pendidikannya, beda tingkat pendapatnya, beda tingat manajerialnnya, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Jika peneliti bermaksud mengetahui tingkat penerimaan para pegawai terhadap suatu strategi yang segera diterapkan perusahaan, maka peneliti dapat menggunakan cluster sampling untuk mencegah terpilihnya sampel hanya dari satu atau dua departemen saja. Prosedur :
1. Susun sampling frame berdasarkan gugus – Dalam kasus di atas, elemennya ada 100 departemen.
2. Tentukan berapa gugus yang akan diambil sebagai sampel
3. Pilih gugus sebagai sampel dengan cara acak
4. Teliti setiap pegawai yang ada dalam gugus sample


4. Systematic Sampling atau Sampel Sistematis
Jika peneliti dihadapkan pada ukuran populasi yang banyak dan tidak memiliki alat pengambil data secara random, cara pengambilan sampel sistematis dapat digunakan. Cara ini menuntut kepada peneliti untuk memilih unsur populasi secara sistematis, yaitu unsur populasi yang bisa dijadikan sampel adalah yang “keberapa”. Misalnya, setiap unsur populasi yang keenam, yang bisa dijadikan sampel. Soal “keberapa”-nya satu unsur populasi bisa dijadikan sampel tergantung pada ukuran populasi dan ukuran sampel. Misalnya, dalam satu populasi terdapat 5000 rumah. Sampel yang akan diambil adalah 250 rumah dengan demikian interval di antara sampel kesatu, kedua, dan seterusnya adalah 25. Prosedurnya :
5. Susun sampling frame
6. Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
7. Tentukan K (kelas interval)
8. Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak atau random – biasanya melalui cara undian saja.
9. Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
10. Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

4. Area Sampling atau Sampel Wilayah
Teknik ini dipakai ketika peneliti dihadapkan pada situasi bahwa populasi penelitiannya tersebar di berbagai wilayah. Misalnya, seorang marketing manajer sebuah stasiun TV ingin mengetahui tingkat penerimaan masyarakat Jawa Barat atas sebuah mata tayangan, teknik pengambilan sampel dengan area sampling sangat tepat. Prosedurnya :
1. Susun sampling frame yang menggambarkan peta wilayah (Jawa Barat) – Kabupaten, Kotamadya, Kecamatan, Desa.
2. Tentukan wilayah yang akan dijadikan sampel (Kabupaten ?, Kotamadya?, Kecamatan?, Desa?)
3. Tentukan berapa wilayah yang akan dijadikan sampel penelitiannya.
4. Pilih beberapa wilayah untuk dijadikan sampel dengan cara acak atau random.
5. Kalau ternyata masih terlampau banyak responden yang harus diambil datanya, bagi lagi wilayah yang terpilih ke dalam sub wilayah.

Nonprobability/Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1. Convenience Sampling atau sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan.
Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street) Jenis sampel ini sangat baik jika dimanfaatkan untuk penelitian penjajagan, yang kemudian diikuti oleh penelitian lanjutan yang sampelnya diambil secara acak (random). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif.

2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
Judgment Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu proses produksi direncanakan oleh suatu perusahaan, maka manajer produksi merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.
Dalam program pengembangan produk (product development), biasanya yang dijadikan sampel adalah karyawannya sendiri, dengan pertimbangan bahwa kalau karyawan sendiri tidak puas terhadap produk baru yang akan dipasarkan, maka jangan terlalu berharap pasar akan menerima produk itu dengan baik. (Cooper dan Emory, 1992).
Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
Misalnya, di sebuah kantor terdapat pegawai laki-laki 60% dan perempuan 40% . Jika seorang peneliti ingin mewawancari 30 orang pegawai dari kedua jenis kelamin tadi maka dia harus mengambil sampel pegawai laki-laki sebanyak 18 orang sedangkan pegawai perempuan 12 orang. Sekali lagi, teknik pengambilan ketiga puluh sampel tadi tidak dilakukan secara acak, melainkan secara kebetulan saja.

3. Snowball Sampling – Sampel Bola Salju
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Misalnya, seorang peneliti ingin mengetahui pandangan kaum lesbian terhadap lembaga perkawinan. Peneliti cukup mencari satu orang wanita lesbian dan kemudian melakukan wawancara. Setelah selesai, peneliti tadi minta kepada wanita lesbian tersebut untuk bisa mewawancarai teman lesbian lainnya. Setelah jumlah wanita lesbian yang berhasil diwawancarainya dirasa cukup, peneliti bisa mengentikan pencarian wanita lesbian lainnya. . Hal ini bisa juga dilakukan pada pencandu narkotik, para gay, atau kelompok-kelompok sosial lain yang eksklusif (tertutup)

tugas individu riset akuntansi

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan survey atas penilaian mahasiswa terhadap trigger problem, fasilitator dan learning climate dalam pelaksanaan metode PBL. Penelitian ini akan mengkaji hubungan antara peningkatan soft skill dan prestasi belajar mahasiswa dengan penilaian mahasiswa terhadap trigger problem, fasilitator dan learning climate dalam kelas yang menerapkan PBL. Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan prestasi belajar mahasiswa antara kelas yang menerapkan metode PBL 5 dengan kelas yang menerapkan metode lecturing. Selain itu penelitian ini juga akan membandingkan peningkatan softskill antara mahasiswa ketika menggunakan metode PBL dan ketika menggunakan metode lecturing.
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini akan menjadi alat evaluasi pelaksanaan metode PBL yang sudah diterapkan. Hasil survey penilaian mahasiswa terhadap trigger problem, fasilitator dan learning climate akan menjadi bahan masukan untuk perbaikan terhadap trigger problem, fasilitator dan learning climatet dalam pelaksanaan PBL di masa depan.
2. Bagi dunia Akuntansi Indonesia, diharapkan hasil penelitian ini akan menjadi masukan bagi kalangan akuntan pendidik di Indonesia dalam peningkatan kualitas pengajaran untuk mahasiswa.
3. Bagi dunia penelitian akuntansi, hasil penelitian ini akan memperkaya khasanah penelitian khususnya tentang metode pembelajaran yang dilakukan. di

Minggu, 16 Mei 2010

analisis emisi BTN

RISET PENAWARAN UMUM
IPO PT BANK TABUNGAN NEGARA (Persero) Tbk


Rencana Penggunaan Dana Hasil Emisi Saham
Dana yang akan diperoleh dari hasil penjualan saham yang ditawarkan melalui penawaran umum ini, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, seluruhnya akan dipergunakan oleh Perseroan untuk memperkuat basis permodalan Perseroan guna mendukung ekspansi portofolio kredit Perseroan di masa mendatang.

Ringkasan Keterangan Tentang Perseroan

Perseroan didirikan dengan nama Postpaarbank tahun 1897. Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, Tyokin Kyoku secara keseluruhan diambil alih oleh Pemerintah dan diberi nama "Kantor Tabungan Pos". Aktivitas Kantor Tabungan Pos ini terhenti pada tanggal 19 Desember 1948. Pada bulan Juni 1949 aktivitas Kantor Tabungan Pos dilanjutkan kembali di Yogyakarta dengan nama "Bank Tabungan Pos Republik Indonesia" yang berlangsung sampai akhir tahun 1949 sebagai akibat dilakukannya penyerahan kedaulatan atas Hindia Belanda kepada Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Kemudian nama Postspaarbank sebagai awal dari nama Bank ini, diubah menjadi Bank Tabungan Pos, pada tanggal 9 Pebruari 1950 Pada tahun 1974, Pemerintah mulai dengan rencana pembangunan perumahan. Guna menunjang keberhasilan kebijakan tersebut, Bank Tabungan Negara ditunjuk sebagai Lembaga Pembiayaan Kredit Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Pada tahun 1974, lahirlah Kredit Pemilikan Rumah. Tahun 1989, Bank Tabungan Negara ditetapkan menjadi Bank Umum. Pada tanggal 1 Agustus 1992, status hukum Bank Tabungan Negara diubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan kepemilikan saham mayoritas oleh Pemerintah cq. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Pada bulan Agustus 2009, Perseroan memiliki 1 kantor pusat, 60 kantor cabang, 20 kantor cabang syariah, 184 kantor cabang pembantu, 1.957 kantor layanan setara kantor kas, 1 kantor kas, 8 payment point, 112 kantor layanan syariah, dan 378 ATM serta lebih dari 17.000 jaringan ATM bersama yang didalamnya termasuk jaringan ATM link yang merupakan kerja sama Perseroan dengan Himpunan Bank-Bank Negara (Himbara) dalam rangka mendukung kegiatan operasionalnya.

Struktur permodalan dan susunan pemegang saham Perseroan adalah sebagai berikut:


Ringkasan Kegiatan Usaha
Perseroan merupakan pemberi kredit perumahan terbesar di Indonesia dari segi total jumlah kredit perumahan dan merupakan bank terbesar ke-11 di Indonesia dari segi jumlah aset (berdasarkan data Bank Indonesia per 30 Juni 2009). Perseroan memperkirakan bahwa kredit perumahan yang dimilikinya adalah sebesar Rp28.337 miliar per tanggal 30 Juni 2009, yang mewakili sekitar 25,3% dari jumlah seluruh kredit perumahan di Indonesia (berdasarkan data yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan diolah oleh Perseroan). Per tanggal 31 Agustus 2009, Perseroan memiliki total 264 kantor cabang (termasuk kantor cabang pembantu), 8 payment point dan 378 ATM di Indonesia, serta menyediakan akses jaringan lebih dari 17.000 ATM, dan berdasarkan perjanjian kerja sama dengan PT Pos Indonesia, Perseroan menyediakan layanan setara kantor kas untuk sejumlah 1.957 kantor pos di seluruh Indonesia yang tersambung secara on-line dengan Perseroan. Kegiatan utama Perseroan terdiri atas tiga bagian, consumer banking, commercial banking dan perbankan syariah di mana setiap segmen akan fokus dalam pemberian pinjaman, pendanaan, serta jasa dalam bisnis utama masing-masing. Saat ini Perseroan menyelenggarakan operasional consumer banking dan commercial banking ke dalam satu grup. Perseroan akan mengimplementasikan struktur organisasi baru pada awal tahun 2010, dimana Perseroan akan memiliki 3 segmen usaha berbeda, yaitu segmen consumer banking, commercial banking dan perbankan syariah dimana setiap segmen akan fokus dalam pemberian pinjaman, pendanaan serta jasa dalam bisnis utama masing-masing. Layanan consumer banking Perseroan termasuk kredit perumahan, apartemen dan kredit lainnya kepada individu. Meskipun secara historis Perseroan berfokus pada kredit perumahan kepada nasabah dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, saat ini Perseroan sedang meningkatkan persentase kredit perumahan dan kredit lainnya kepada para nasabah dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Consumer banking juga menyalurkan layanan kredit dan perbankan jenis lainnya kepada nasabah, seperti kredit multiguna dengan rumah sebagai jaminan dan kredit tanpa agunan. Perseroan juga menawarkan produk pendanaan seperti giro, tabungan dan deposito berjangka. Layanan commercial banking Perseroan termasuk kredit konstruksi, kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit komersial lainnya, serta kredit usaha kecil dan menengah (UKM). Perseroan juga menawarkan produk pendanaan seperti giro, tabungan dan deposito berjangka. Grup perbankan syariah Perseroan menawarkan produk dan jasa pembiayaan dan pendanaan komersial dan konsumen yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Secara historis, sebagian besar dari aset Perseroan terdiri atas kredit perumahan, yang mana pendapatan bunga dari kredit perumahan tersebut merupakan proporsi terbesar dari pendapatan Perseroan.

Portofolio Kredit
Tabel berikut ini menampilkan total kredit Perseroan berdasarkan jenis kredit dalam
kurun waktu sebagai berkut :


Portofolio Deposito
Tabel berikut ini menampilkan total deposito Perseroan berdasarkan jenis deposito:


Pendapatan
Pendapatan Perseroan sebagian besar berasal dari kredit perumahan dan kredit jenis lainnya, obligasi pemerintah, surat-surat berharga, penempatan di bank lain dan Bank Indonesia, serta pendapatan bagi hasil dari segmen syariah. Pendapatan bunga dan bagi hasil yang diterima Perseroan mencapai Rp4.567 miliar dan laba operasi lain sebesar Rp217 miliar pada tahun 2008, dan pendapatan bunga dan bagi hasil mencapai Rp2.764 miliar dan pendapatan operasi lainnya mencapai Rp117 miliar untuk enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2009. Seluruh kredit perumahan Perseroan (kecuali pembiayaan syariah) merupakan kredit bersuku bunga mengambang. Untuk kredit perumahan non-subsidi, Perseroan menetapkan tingkat suku bunga berdasarkan biaya pendanaan ditambah premi risiko, biaya overhead dan marjin keuntungan. Untuk kredit rumah bersubsidi, tingkat suku bunga ditentukan oleh pemerintah dengan menambahkan marjin, untuk saat ini sebesar 5,0% dari tingkat suku bunga Bank Indonesia. Tingkat suku bunga dapat diubah tergantung negosiasi yang dilakukan Perseroan dengan pemerintah. Perseroan menerima pendapatan non-bunga dari pengelolaan rekening nasabah, ATM, remittance, layanan payment point transfer uang. Pada tahun 2008, Perseroan memperoleh pendapatan fee dari layanan perbankan Perseroan sebesar Rp40 miliar. Untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2009, Perseroan memperoleh pendapatan fee dari layanan perbankan sebesar Rp24 miliar.

Consumer Banking
Selain kredit perumahan, Perseroan menawarkan variasi produk kredit, dana dan jasa kepada nasabah individu melalui jaringan kantor cabang dan call center. Perseroan juga mendirikan jaringan elektronik melalui teknologi Host-to-Host dengan lebih dari 1.950 kantor pos di seluruh Indonesia, yang memudahkan nasabah Perseroan untuk mengecek saldo rekening, membayar kredit, dan membayar tagihan-tagihan dan layanan telepon seluler. Hingga 31 Agustus 2009, Perseroan telah memiliki 1,1 juta rekening nasabah kredit dan 3,9 juta rekening nasabah simpanan. Perseroan berencana akan meluncurkan layanan kartu debit VISA, dan telah melewati pengujian operasional dan berencana untuk mengeluarkan layanan tersebut pada akhir tahun 2009. Pinjaman yang diberikan kepada nasabah consumer banking Perseroan, tidak termasuk pembiayaan Syariah, berjumlah sebesar Rp30.785 miliar, atau 86% dari total jumlah pinjaman Perseroan per 30 Juni 2009. Dari jumlah ini, sekitar 53,3% adalah pinjaman perumahan bersubsidi, 36,3% adalah pinjaman perumahan non-subsidi dan 10,4% adalah jenis pinjaman lain-lain. Seluruh pinjaman perorangan Perseroan adalah dalam mata uang Rupiah. Beberapa produk utama consumer banking yang ditawarkan Perseroan adalah sebagai berikut:


Kredit Perumahan Bersubsidi
Nasabah berpenghasilan menengah ke bawah dapat memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi kredit perumahan yang disediakan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Negara Perumahan. Pemerintah menyediakan 2 jenis subsidi kredit perumahan, yaitu subsidi selisih bunga (SSB) dan subsidi uang muka (SUM). Dalam hal kredit perumahan bersubsidi untuk rumah susun sederhana milik (rusunami), nasabah dapat menerima subsidi selisih bunga dan subsidi uang muka sedangkan nasabah kredit rumah sederhana sehat (RSH) hanya dapat menerima satu jenis subsidi.

Kredit Perumahan Non Subsidi dan Konstruksi
-Kredit Griya Utama (KGU)
Kredit perumahan non-subsidi kepada nasabah individu dengan pembiayaan sampai dengan 80,0% atau, dalam keadaan tertentu, sampai dengan 90,0%, dari harga pembelian rumah atau nilai yang ditentukan oleh perusahaan penilai independen, yang mana yang lebih rendah. Adapun kredit non subsidi yang diberikan adalah :

-Kredit Swa Griya (KSG)
Kredit kepada nasabah untuk membiayai konstruksi perumahan yang tanahnya telah dimiliki oleh nasabah dengan jumlah sampai 70,0% dari biaya konstruksi.

-Pinjaman Lunak Konstruksi (PLK) - Bapertarum PNS
Kredit kepada pengembang untuk tujuan pembangunan rumah untuk pegawai negeri sipil dengan jumlah nominal maksimum sampai 70,0% dari biaya konstruksi.

Sampai dengan tanggal 30 Juni 2009, outstanding kredit perumahan (tidak termasuk pembiayaan Syariah) Perseroan telah mencapai Rp27.602 miliar, atau 77,0% dari jumlah total dari kredit yang diberikan Perseroan, di mana Rp16.414 miliar berasal dari kredit bersubsidi dan Rp11.188 miliar diperoleh dari kredit non-subsidi. Di sisi lain, jumlah total dari kredit non-subsidi, yang sebagian besar berasal dari nasabah dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 dan 30 Juni 2009 meningkat sebesar 45,6% dan 35,5%, sementara jumlah dari kredit perumahan bersubsidi Perseroan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 dan 30 Juni 2009 meningkat sebesar 33,5% dan 34,7%, dibandingkan 31 Desember 2007 dan 30 Juni 2008. Perseroan percaya bahwa pertumbuhan kredit non-subsidi yang lebih cepat mencerminkan inisiatif Perseroan untuk meningkatkan kredit kepada nasabah dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.

Kredit consumer lainnya :
-Kredit Multi Griya (KGM)
-Kredit Swadana (Swadana)
-Kredit Ringan Batara (Kring Batara)
-Kartu Debt

Commercial Banking
Perseroan menyediakan sejumlah produk pendanaan dan pembiayaan yang bervariasi kepada para nasabah commercial bankingnya yang utamanya adalah kepada unit usaha kecil dan menengah (UKM), dengan berbagai produk pembiayaan dan pendanaan, seperti kredit konstruksi, kredit modal kerja, kredit investasi serta bank garansi. Hingga 30 Juni 2009, Perseroan telah memiliki 21.394 rekening pinjaman di seluruh Indonesia. Produk pendanaan Perseroan bagi nasabah commercial banking meliputi giro, rekening tabungan, deposito berjangka, dan produk perbankan lainnya termasuk Operational Development Assistance Program, atau Program Pengembangan Operasional, di mana di dalamnya Perseroan menyediakan sejumlah aset untuk kepentingan komersil, dimana para nasabah yang mengikuti program ini dapat menjagasaldo minimum dalam bentuk rekening koran bersama Perseroan selama dua atau tiga tahun. Nasabah untuk program ini umumnya terdiri atas universitas dan rumah sakit. Hingga 31 Agustus 2009, Perseroan telah memiliki lebih dari 12.000 rekening giro
komersial. Hingga 30 Juni 2009, jumlah outstanding pinjaman yang diberikan kepada nasabah commercial banking Perseroan mencapai Rp3.502 miliar, yang mewakili 9,9% dari seluruh pinjaman yang diberikan pada tanggal tersebut. Hingga 30 Juni 2009, seluruh pinjaman komersial Perseroan dijamin dengan rasio agunan minimal 125,0% berdasarkan penilaian terakhir. Produk-produk pembiayaan utama Perseroan yang ditawarkan kepada nasabah commercial banking Perseroan meliputi:

Kredit Perumahan Korporat (KPP)
Kredit kepada perusahaan untuk penyediaan fasilitas perumahan dinas perusahaan ataupun fasilitas pemilikan rumah karyawan dengan persentase maksimal kredit yang diberikan adalah 75,0% dari biaya konstruksi atau 90,0% dari harga pembelian rumah atau dari nilai pasar wajar, tergantung mana yang memiliki nilai lebih rendah, Kredit ini memiliki jangka waktu sampai dengan 8 tahun untuk rumah dinas dan 15 tahun untuk perumahan karyawan dengan jaminan lahan dan properti yang sedang dibiayai. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang.

Kredit Yasa Griya (KYG)
Merupakan Fasilitas kredit Perseroan yang diberikan kepada pengembang perumahan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dalam rangka pembiayaan pembangunan perumahan dan apartemen dengan persentase maksimal kredit yang dapat diberikan setinggi-tingginya 80,0% dari biaya pembangunan (biaya konstruksi). Jangka waktu kredit ini didasarkan pada perkiraan lamanya pembangunan dan perkiraan arus kas yang akan dihasilkan dari proyek tersebut setelah selesai pembangunan, dan kredit ini umumnya dijaminkan dengan tanah dan properti yang dibangun dengan pembiayaan ini. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR).

Kredit Pembelian Lahan (KPL)
Kredit konstruksi perumahan untuk pembelian lahan yang diperuntukkan khusus bagi pembangunan perumahan KPR bersubsidi atau perumahan sederhana dengan persentase maksimal kredit yang dapat diberikan adalah 50,0% dari total biaya pembelian lahan (atau, jika lebih rendah, dari nilai pasar wajar) dan nilai setinggi-tingginya Rp5 miliar yang dijaminkan dengan lahan terkait. Kredit ini memiliki jatuh tempo tiga tahun dan dijamin dengan tanah yang dibeli. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit pemilikan rumah.

Kredit Terkait Perumahan
Pembiayaan jangka menengah untuk proyek pembangunan perumahan sebesar maksimal 70,0% dari total kebutuhan modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan untuk memasok bahan-bahan konstruksi untuk proyek-proyek yang spesifik atau untuk modal kerja umum, atau sebesar 65,0% dari total biaya proyek tersebut. Pada umumnya kreditkredit ini memiliki jatuh tempo dalam jangka waktu maksimal tiga tahun untuk kredit modal kerja dan lima tahun untuk kredit yang digunakan untuk membiayai proyek tersebut, dan umumnya dijamin dengan persediaan terkait dan pengalihan kontrak pengerjaan dengan kontraktor. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit perumahan.

Kredit Investasi
Pembiayaan proyek jangka panjang sebesar maksimum 70,0% dari total biaya proyek atau maksimal 75,0% dari total kebutuhan modal kerja perusahaan yang ditujukan untuk lima industri, yaitu industri telekomunikasi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan industri yang terkait dengan perumahan. Jangka waktu kredit ditetapkan berdasarkan proyeksi tanggal penyelesaian atas proyek tersebut dan proyeksi arus kas dengan ketentuan seluruh jangka waktu kredit tidak melebihi 15 tahun. Jaminan kredit investasi adalah proyek yang bersangkutan. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit perumahan.

Kredit Modal Kerja Kontraktor (KMK Kontraktor)
Kredit modal kerja kepada kontraktor atau pemborong untuk membantu pemenuhan kebutuhan modal kerja dalam menyelesaikan pekerjaan borongan sesuai dengan kontrak kerja dalam jumlah maksimal kredit yang dapat diberikan adalah 60,0% dari nilai kontrak. Maksimal jangka waktu kredit yang dapat diberikan tidak melebihi jangka waktu penyelesaian proyek dan pada umumnya dijamin dengan nilai kontrak dan jaminan tetap lainnya. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit perumahan.

Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Perseroan adalah satu dari enam bank milik negara yang bertanggung jawab dalam memberikan kredit keuangan mikro dengan jumlah maksimal Rp100 juta kepada unit usaha mikro dan Rp500 juta kepada sektor UKM untuk pinjaman modal kerja atau investasi untuk usaha kecil dan menengah. Jangka waktu KUR modal kerja maksimum 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali. Sedangkan KUR investasi maksimum 5 (lima) tahun.Jaminan untuk kredit ini adalah proyek terkait dan penjaminan dari sumber eksternal. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang maksimum per tahun 24,0% untuk kredit sampai dengan Rp5 juta dan 16,0% untuk kredit diatas Rp5 juta berdasarkan peraturan Bank Indonesia.

Kredit Linkage Program (KLP)
Perseroan menyalurkan pinjaman keuangan mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Koperasi Simpan Pinjam (Koperasi). Jatuh tempo dari pinjaman ini umumnya satu tahun dan dapat diperpanjang dua kali atas permintaan debitur untuk tambahan dua tahun. Kredit ini umumnya memiliki tingkat suku bunga mengambang.




Tabel berikut ini memperlihatkan enam kredit korporat yang dimiliki oleh Perseroan (dalam Rupiah) berdasarkan jenis kredit, kecuali pembiayaan Syariah:

Perbankan Syariah
Unit Usaha Syariah Perseroan memfokuskan diri pada pembiayaan rumah dan juga pembiayaan komersial dan transaksi ritel lainnya. Perseroan menawarkan sejumlah produk pembiayaan dan pendanaan Syariah, sebagai berikut:
Pembiayaan KPR BTN iB (islamic Banking) dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor
BTN iB
Pembiayaan ini didasarkan atas prinsip jual/beli (Murabahah), dimana Perseroan membeli rumah, apartemen atau kendaraan bermotor yang diinginkan oleh nasabah dan menjualnya kepada nasabah dalam tingkat harga dan marjin yang telah disepakati bersama. Pembayaran oleh nasabah dilakukan secara periodik sama halnya dengan pencicilan kendaraan atau rumah konvensional pada umumnya.
Pembiayaan Investa BTN iB
Perseroan menyediakan modal kerja bagi pendanaan nasabah bisnis (Mudharib). Kompensasi yang diperoleh Perseroan berasal dari bagi hasil terhadap pendapatan yang didapat dari kegiatan bisnis yang sedang dibiayai oleh Perseroan.
Pembiayaan Yasa Griya BTN iB
Perseroan menyediakan pembiayaan ini untuk pengembang real estate dan bisnis sejenis untuk menyediakan modal kerja untuk membiayai konstruksi proyek perumahan, termasuk infrastruktur terkait. Bagi hasil yang diperoleh Perseroan berasal dari bagi hasil pendapatan debitur yang dihasilkan dari bisnis yang dibiayai.
Pembiayaan KPR Indensya BTN iB
Pembiayaan ini berdasarkan prinsip jual/beli (Mudharabah), di mana Perseroan membeli perumahan yang dibangun oleh suatu pengembang berdasarkan permintaan nasabah, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga dan tingkat keuntungan yang telah disepakati. Pembayaran oleh nasabah dilakukan secara periodik sarna halnya dengan pencicilan kredit rumah konvensional.
Pembiayaan Gadai Emas iB/Rahn
Pembiayaan ini berdasarkan harta nasabah berupa emas sebagai jaminan. Perseroan mengenakan imbal jasa atas penyimpanan emas dan keuntungan yang berasal dari bagi hasil.






Tabel berikut ini memperlihatkan empat pembiayaan Syariah yang diterapkan oleh Perseroan:

Risiko Usaha
A. Risiko-risiko yang berkaitan dengan Perseroan
1. Risiko ketidakmampuan mempertahankan kualitas portofolio kredit milik Perseroan
2. Risiko terjadinya peningkatan penyisihan kerugian untuk menutup kerugian portofolio kredit yang terjadi di masa mendatang
3. Risiko konsentrasi kredit pada sektor dan daerah tertentu
4. Jaminan yang diberikan untuk menjamin kredit yang diberikan oleh Perseroan mungkin tidak mencukupi dan Perseroan tidak bisa merealisasikan secara penuh nilai jaminan yang diberikan
5. Risiko kesulitan likuiditas akibat jatuh tempo aktiva dan kewajiban yang tidak sepadan
6. Risiko perubahan kebijakan Pemerintah sehubungan dengan KPR bersubsidi
7. Perseroan mungkin tidak dapat mengelola pertumbuhan Perseroan yang cepat
8. Risiko kegagalan penerapan strategi Perseroan
9. Risiko menurunnya nilai pasar dari obligasi Pemerintah dan surat berharga lainnya dalam portofolio Perseroan terhadap nilai buku dari aset tersebut
10. Risiko sistem teknologi informasi
11. Risiko berkurangnya likuiditas
12. Risiko Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Perseroan

B. Risiko-risiko yang berkaitan dengan sektor perbankan di Indonesia
1. Sektor perbankan Indonesia sedang dalam proses penyembuhan dan apabila proses tersebut gagal, maka akan berdampak secara material dan merugikan Perseroan
2. Pemerintah di masa lalu telah mengubah dan di masa yang akan datang mungkin akan mengubah syarat-syarat dari obligasi rekapitalisasi Pemerintah yang dimiliki Perseroan
3. Risiko diberhentikannya program penjaminan deposito bank di Indonesia yang mungkin akan menimbulkan ketidakpastian terhadap kestabilan sektor perbankan
4. Risiko persaingan usaha
5. Bank-bank di Indonesia rentan terhadap gejolak tingkat suku bunga
6. Risiko perubahan undang-undang perbankan Indonesia
7. Risiko perubahan kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, termasuk implementasi dari Kebijakan Kepemilikan Tunggal Perbankan

C. Risiko-risiko yang berkaitan dengan kondisi di Indonesia
1. Risiko ketidakstabilan politik di Indonesia
2. Risiko melambatnya pertumbuhan atau pergerakan ekonomi di Indonesia
3. Risiko serangan teroris dan kejadian-kejadian lain yang dapat mengganggu stabilisasi di Asia Tenggara
4. Risiko ketidakmampuan Pemerintah untuk mendapatkan pembiayaan dari sumbersumber lain selain dari International Monetary Fund
5. Kondisi keuangan dan hasil usaha Perseroan dapat terpengaruh secara negative apabila nasabah korporasi Perseroan gagal mempertahankan hubungan ketenagakerjaan
6. Risiko bencana alam
7. Risiko f1uktuasi nilai Rupiah
8. Risiko serangan penyakit severe acute respiratory syndrome, flu burung, flu babi atau epidemi lainnya

D. Risiko yang berkaitan dengan kepemilikan saham Perseroan
1. Kondisi Bursa Efek di Indonesia yang dapat mempengaruhi harga dan likuiditas saham Perseroan; ketiadaan peredaran saham Perseroan sebelumnya di pasar dapat menyebabkan kurangnya likuiditas.
2. Investor mungkin tidak dapat melaksanakan keputusan pengadilan asing yang melibatkan Perseroan
3. Tuntutan dan perbaikan yang tersedia berdasarkan hukum Indonesia mungkin tidak seluas dibandingan dengan yang tersedia di yurisdiksi lainnya. Tidak ada kepastian yang dapat diberikan bahwa Pengadilan Indonesia akan melindungi kepentingan investor dengan cara yang sama dengan perlindungan yang akan diberikan oleh Pengadilan Amerika Serikat.
4. Investor dapat dikenakan pembatasan mengenai hak-hak Pemegang Saham Minoritas

Data Keuangan
Laporan keuangan Perseroan tanggal 30 Juni 2009 dan untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal tersebut, serta tanggal 31 Desember 2008 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, tanggal 31 Desember 2007 (disajikan kembali) dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut (untuk tujuan perbandingan), dan tanggal 31 Desember 2006 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, telah diaudit oleh KAP Purwantono, Sarwoko & Sandjaja, berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh IAPI, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian. Laporan keuangan Perseroan tanggal 31 Desember 2005, 2004 dan 2003, serta untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut, telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja, berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh IAPI, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.






Emisi saham PT Bank Tabungan Negara (Persero)Tbk
untuk melihat daftar tabel lihat link ini:
http://www.4shared.com/document/c7mhlhSU/RISET_PENAWARAN_UMUM.html

Nama : Djun Thian
Npm : 20207351

Tugas pribadi riset akuntansi

RISET PENAWARAN UMUM

IPO PT BANK TABUNGAN NEGARA (Persero) Tbk

Rencana Penggunaan Dana Hasil Emisi Saham

Dana yang akan diperoleh dari hasil penjualan saham yang ditawarkan melalui penawaran umum ini, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, seluruhnya akan dipergunakan oleh Perseroan untuk memperkuat basis permodalan Perseroan guna mendukung ekspansi portofolio kredit Perseroan di masa mendatang.

Ringkasan Keterangan Tentang Perseroan

Perseroan didirikan dengan nama Postpaarbank tahun 1897. Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, Tyokin Kyoku secara keseluruhan diambil alih oleh Pemerintah dan diberi nama "Kantor Tabungan Pos". Aktivitas Kantor Tabungan Pos ini terhenti pada tanggal 19 Desember 1948. Pada bulan Juni 1949 aktivitas Kantor Tabungan Pos dilanjutkan kembali di Yogyakarta dengan nama "Bank Tabungan Pos Republik Indonesia" yang berlangsung sampai akhir tahun 1949 sebagai akibat dilakukannya penyerahan kedaulatan atas Hindia Belanda kepada Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949. Kemudian nama Postspaarbank sebagai awal dari nama Bank ini, diubah menjadi Bank Tabungan Pos, pada tanggal 9 Pebruari 1950 Pada tahun 1974, Pemerintah mulai dengan rencana pembangunan perumahan. Guna menunjang keberhasilan kebijakan tersebut, Bank Tabungan Negara ditunjuk sebagai Lembaga Pembiayaan Kredit Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Pada tahun 1974, lahirlah Kredit Pemilikan Rumah. Tahun 1989, Bank Tabungan Negara ditetapkan menjadi Bank Umum. Pada tanggal 1 Agustus 1992, status hukum Bank Tabungan Negara diubah menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan kepemilikan saham mayoritas oleh Pemerintah cq. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Pada bulan Agustus 2009, Perseroan memiliki 1 kantor pusat, 60 kantor cabang, 20 kantor cabang syariah, 184 kantor cabang pembantu, 1.957 kantor layanan setara kantor kas, 1 kantor kas, 8 payment point, 112 kantor layanan syariah, dan 378 ATM serta lebih dari 17.000 jaringan ATM bersama yang didalamnya termasuk jaringan ATM link yang merupakan kerja sama Perseroan dengan Himpunan Bank-Bank Negara (Himbara) dalam rangka mendukung kegiatan operasionalnya.

Struktur permodalan dan susunan pemegang saham Perseroan adalah sebagai berikut:

Ringkasan Kegiatan Usaha

Perseroan merupakan pemberi kredit perumahan terbesar di Indonesia dari segi total jumlah kredit perumahan dan merupakan bank terbesar ke-11 di Indonesia dari segi jumlah aset (berdasarkan data Bank Indonesia per 30 Juni 2009). Perseroan memperkirakan bahwa kredit perumahan yang dimilikinya adalah sebesar Rp28.337 miliar per tanggal 30 Juni 2009, yang mewakili sekitar 25,3% dari jumlah seluruh kredit perumahan di Indonesia (berdasarkan data yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan diolah oleh Perseroan). Per tanggal 31 Agustus 2009, Perseroan memiliki total 264 kantor cabang (termasuk kantor cabang pembantu), 8 payment point dan 378 ATM di Indonesia, serta menyediakan akses jaringan lebih dari 17.000 ATM, dan berdasarkan perjanjian kerja sama dengan PT Pos Indonesia, Perseroan menyediakan layanan setara kantor kas untuk sejumlah 1.957 kantor pos di seluruh Indonesia yang tersambung secara on-line dengan Perseroan. Kegiatan utama Perseroan terdiri atas tiga bagian, consumer banking, commercial banking dan perbankan syariah di mana setiap segmen akan fokus dalam pemberian pinjaman, pendanaan, serta jasa dalam bisnis utama masing-masing. Saat ini Perseroan menyelenggarakan operasional consumer banking dan commercial banking ke dalam satu grup. Perseroan akan mengimplementasikan struktur organisasi baru pada awal tahun 2010, dimana Perseroan akan memiliki 3 segmen usaha berbeda, yaitu segmen consumer banking, commercial banking dan perbankan syariah dimana setiap segmen akan fokus dalam pemberian pinjaman, pendanaan serta jasa dalam bisnis utama masing-masing. Layanan consumer banking Perseroan termasuk kredit perumahan, apartemen dan kredit lainnya kepada individu. Meskipun secara historis Perseroan berfokus pada kredit perumahan kepada nasabah dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah, saat ini Perseroan sedang meningkatkan persentase kredit perumahan dan kredit lainnya kepada para nasabah dengan tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Consumer banking juga menyalurkan layanan kredit dan perbankan jenis lainnya kepada nasabah, seperti kredit multiguna dengan rumah sebagai jaminan dan kredit tanpa agunan. Perseroan juga menawarkan produk pendanaan seperti giro, tabungan dan deposito berjangka. Layanan commercial banking Perseroan termasuk kredit konstruksi, kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit komersial lainnya, serta kredit usaha kecil dan menengah (UKM). Perseroan juga menawarkan produk pendanaan seperti giro, tabungan dan deposito berjangka. Grup perbankan syariah Perseroan menawarkan produk dan jasa pembiayaan dan pendanaan komersial dan konsumen yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Secara historis, sebagian besar dari aset Perseroan terdiri atas kredit perumahan, yang mana pendapatan bunga dari kredit perumahan tersebut merupakan proporsi terbesar dari pendapatan Perseroan.

Portofolio Kredit

Tabel berikut ini menampilkan total kredit Perseroan berdasarkan jenis kredit dalam

kurun waktu sebagai berkut :

Portofolio Deposito

Tabel berikut ini menampilkan total deposito Perseroan berdasarkan jenis deposito:

Pendapatan

Pendapatan Perseroan sebagian besar berasal dari kredit perumahan dan kredit jenis lainnya, obligasi pemerintah, surat-surat berharga, penempatan di bank lain dan Bank Indonesia, serta pendapatan bagi hasil dari segmen syariah. Pendapatan bunga dan bagi hasil yang diterima Perseroan mencapai Rp4.567 miliar dan laba operasi lain sebesar Rp217 miliar pada tahun 2008, dan pendapatan bunga dan bagi hasil mencapai Rp2.764 miliar dan pendapatan operasi lainnya mencapai Rp117 miliar untuk enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2009. Seluruh kredit perumahan Perseroan (kecuali pembiayaan syariah) merupakan kredit bersuku bunga mengambang. Untuk kredit perumahan non-subsidi, Perseroan menetapkan tingkat suku bunga berdasarkan biaya pendanaan ditambah premi risiko, biaya overhead dan marjin keuntungan. Untuk kredit rumah bersubsidi, tingkat suku bunga ditentukan oleh pemerintah dengan menambahkan marjin, untuk saat ini sebesar 5,0% dari tingkat suku bunga Bank Indonesia. Tingkat suku bunga dapat diubah tergantung negosiasi yang dilakukan Perseroan dengan pemerintah. Perseroan menerima pendapatan non-bunga dari pengelolaan rekening nasabah, ATM, remittance, layanan payment point transfer uang. Pada tahun 2008, Perseroan memperoleh pendapatan fee dari layanan perbankan Perseroan sebesar Rp40 miliar. Untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2009, Perseroan memperoleh pendapatan fee dari layanan perbankan sebesar Rp24 miliar.

Consumer Banking

Selain kredit perumahan, Perseroan menawarkan variasi produk kredit, dana dan jasa kepada nasabah individu melalui jaringan kantor cabang dan call center. Perseroan juga mendirikan jaringan elektronik melalui teknologi Host-to-Host dengan lebih dari 1.950 kantor pos di seluruh Indonesia, yang memudahkan nasabah Perseroan untuk mengecek saldo rekening, membayar kredit, dan membayar tagihan-tagihan dan layanan telepon seluler. Hingga 31 Agustus 2009, Perseroan telah memiliki 1,1 juta rekening nasabah kredit dan 3,9 juta rekening nasabah simpanan. Perseroan berencana akan meluncurkan layanan kartu debit VISA, dan telah melewati pengujian operasional dan berencana untuk mengeluarkan layanan tersebut pada akhir tahun 2009. Pinjaman yang diberikan kepada nasabah consumer banking Perseroan, tidak termasuk pembiayaan Syariah, berjumlah sebesar Rp30.785 miliar, atau 86% dari total jumlah pinjaman Perseroan per 30 Juni 2009. Dari jumlah ini, sekitar 53,3% adalah pinjaman perumahan bersubsidi, 36,3% adalah pinjaman perumahan non-subsidi dan 10,4% adalah jenis pinjaman lain-lain. Seluruh pinjaman perorangan Perseroan adalah dalam mata uang Rupiah. Beberapa produk utama consumer banking yang ditawarkan Perseroan adalah sebagai berikut:

Kredit Perumahan Bersubsidi

Nasabah berpenghasilan menengah ke bawah dapat memenuhi persyaratan untuk mendapatkan subsidi kredit perumahan yang disediakan oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Negara Perumahan. Pemerintah menyediakan 2 jenis subsidi kredit perumahan, yaitu subsidi selisih bunga (SSB) dan subsidi uang muka (SUM). Dalam hal kredit perumahan bersubsidi untuk rumah susun sederhana milik (rusunami), nasabah dapat menerima subsidi selisih bunga dan subsidi uang muka sedangkan nasabah kredit rumah sederhana sehat (RSH) hanya dapat menerima satu jenis subsidi.

Kredit Perumahan Non Subsidi dan Konstruksi

-Kredit Griya Utama (KGU)

Kredit perumahan non-subsidi kepada nasabah individu dengan pembiayaan sampai dengan 80,0% atau, dalam keadaan tertentu, sampai dengan 90,0%, dari harga pembelian rumah atau nilai yang ditentukan oleh perusahaan penilai independen, yang mana yang lebih rendah. Adapun kredit non subsidi yang diberikan adalah :

-Kredit Swa Griya (KSG)

Kredit kepada nasabah untuk membiayai konstruksi perumahan yang tanahnya telah dimiliki oleh nasabah dengan jumlah sampai 70,0% dari biaya konstruksi.

-Pinjaman Lunak Konstruksi (PLK) - Bapertarum PNS

Kredit kepada pengembang untuk tujuan pembangunan rumah untuk pegawai negeri sipil dengan jumlah nominal maksimum sampai 70,0% dari biaya konstruksi.

Sampai dengan tanggal 30 Juni 2009, outstanding kredit perumahan (tidak termasuk pembiayaan Syariah) Perseroan telah mencapai Rp27.602 miliar, atau 77,0% dari jumlah total dari kredit yang diberikan Perseroan, di mana Rp16.414 miliar berasal dari kredit bersubsidi dan Rp11.188 miliar diperoleh dari kredit non-subsidi. Di sisi lain, jumlah total dari kredit non-subsidi, yang sebagian besar berasal dari nasabah dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 dan 30 Juni 2009 meningkat sebesar 45,6% dan 35,5%, sementara jumlah dari kredit perumahan bersubsidi Perseroan sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 dan 30 Juni 2009 meningkat sebesar 33,5% dan 34,7%, dibandingkan 31 Desember 2007 dan 30 Juni 2008. Perseroan percaya bahwa pertumbuhan kredit non-subsidi yang lebih cepat mencerminkan inisiatif Perseroan untuk meningkatkan kredit kepada nasabah dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.

Kredit consumer lainnya :

-Kredit Multi Griya (KGM)

-Kredit Swadana (Swadana)

-Kredit Ringan Batara (Kring Batara)

-Kartu Debt

Commercial Banking

Perseroan menyediakan sejumlah produk pendanaan dan pembiayaan yang bervariasi kepada para nasabah commercial bankingnya yang utamanya adalah kepada unit usaha kecil dan menengah (UKM), dengan berbagai produk pembiayaan dan pendanaan, seperti kredit konstruksi, kredit modal kerja, kredit investasi serta bank garansi. Hingga 30 Juni 2009, Perseroan telah memiliki 21.394 rekening pinjaman di seluruh Indonesia. Produk pendanaan Perseroan bagi nasabah commercial banking meliputi giro, rekening tabungan, deposito berjangka, dan produk perbankan lainnya termasuk Operational Development Assistance Program, atau Program Pengembangan Operasional, di mana di dalamnya Perseroan menyediakan sejumlah aset untuk kepentingan komersil, dimana para nasabah yang mengikuti program ini dapat menjagasaldo minimum dalam bentuk rekening koran bersama Perseroan selama dua atau tiga tahun. Nasabah untuk program ini umumnya terdiri atas universitas dan rumah sakit. Hingga 31 Agustus 2009, Perseroan telah memiliki lebih dari 12.000 rekening giro

komersial. Hingga 30 Juni 2009, jumlah outstanding pinjaman yang diberikan kepada nasabah commercial banking Perseroan mencapai Rp3.502 miliar, yang mewakili 9,9% dari seluruh pinjaman yang diberikan pada tanggal tersebut. Hingga 30 Juni 2009, seluruh pinjaman komersial Perseroan dijamin dengan rasio agunan minimal 125,0% berdasarkan penilaian terakhir. Produk-produk pembiayaan utama Perseroan yang ditawarkan kepada nasabah commercial banking Perseroan meliputi:

Kredit Perumahan Korporat (KPP)

Kredit kepada perusahaan untuk penyediaan fasilitas perumahan dinas perusahaan ataupun fasilitas pemilikan rumah karyawan dengan persentase maksimal kredit yang diberikan adalah 75,0% dari biaya konstruksi atau 90,0% dari harga pembelian rumah atau dari nilai pasar wajar, tergantung mana yang memiliki nilai lebih rendah, Kredit ini memiliki jangka waktu sampai dengan 8 tahun untuk rumah dinas dan 15 tahun untuk perumahan karyawan dengan jaminan lahan dan properti yang sedang dibiayai. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang.

Kredit Yasa Griya (KYG)

Merupakan Fasilitas kredit Perseroan yang diberikan kepada pengembang perumahan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dalam rangka pembiayaan pembangunan perumahan dan apartemen dengan persentase maksimal kredit yang dapat diberikan setinggi-tingginya 80,0% dari biaya pembangunan (biaya konstruksi). Jangka waktu kredit ini didasarkan pada perkiraan lamanya pembangunan dan perkiraan arus kas yang akan dihasilkan dari proyek tersebut setelah selesai pembangunan, dan kredit ini umumnya dijaminkan dengan tanah dan properti yang dibangun dengan pembiayaan ini. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR).

Kredit Pembelian Lahan (KPL)

Kredit konstruksi perumahan untuk pembelian lahan yang diperuntukkan khusus bagi pembangunan perumahan KPR bersubsidi atau perumahan sederhana dengan persentase maksimal kredit yang dapat diberikan adalah 50,0% dari total biaya pembelian lahan (atau, jika lebih rendah, dari nilai pasar wajar) dan nilai setinggi-tingginya Rp5 miliar yang dijaminkan dengan lahan terkait. Kredit ini memiliki jatuh tempo tiga tahun dan dijamin dengan tanah yang dibeli. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit pemilikan rumah.

Kredit Terkait Perumahan

Pembiayaan jangka menengah untuk proyek pembangunan perumahan sebesar maksimal 70,0% dari total kebutuhan modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan untuk memasok bahan-bahan konstruksi untuk proyek-proyek yang spesifik atau untuk modal kerja umum, atau sebesar 65,0% dari total biaya proyek tersebut. Pada umumnya kreditkredit ini memiliki jatuh tempo dalam jangka waktu maksimal tiga tahun untuk kredit modal kerja dan lima tahun untuk kredit yang digunakan untuk membiayai proyek tersebut, dan umumnya dijamin dengan persediaan terkait dan pengalihan kontrak pengerjaan dengan kontraktor. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit perumahan.

Kredit Investasi

Pembiayaan proyek jangka panjang sebesar maksimum 70,0% dari total biaya proyek atau maksimal 75,0% dari total kebutuhan modal kerja perusahaan yang ditujukan untuk lima industri, yaitu industri telekomunikasi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan industri yang terkait dengan perumahan. Jangka waktu kredit ditetapkan berdasarkan proyeksi tanggal penyelesaian atas proyek tersebut dan proyeksi arus kas dengan ketentuan seluruh jangka waktu kredit tidak melebihi 15 tahun. Jaminan kredit investasi adalah proyek yang bersangkutan. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit perumahan.

Kredit Modal Kerja Kontraktor (KMK Kontraktor)

Kredit modal kerja kepada kontraktor atau pemborong untuk membantu pemenuhan kebutuhan modal kerja dalam menyelesaikan pekerjaan borongan sesuai dengan kontrak kerja dalam jumlah maksimal kredit yang dapat diberikan adalah 60,0% dari nilai kontrak. Maksimal jangka waktu kredit yang dapat diberikan tidak melebihi jangka waktu penyelesaian proyek dan pada umumnya dijamin dengan nilai kontrak dan jaminan tetap lainnya. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang yang umumnya lebih tinggi daripada tingkat suku bunga kredit perumahan.

Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Perseroan adalah satu dari enam bank milik negara yang bertanggung jawab dalam memberikan kredit keuangan mikro dengan jumlah maksimal Rp100 juta kepada unit usaha mikro dan Rp500 juta kepada sektor UKM untuk pinjaman modal kerja atau investasi untuk usaha kecil dan menengah. Jangka waktu KUR modal kerja maksimum 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali. Sedangkan KUR investasi maksimum 5 (lima) tahun.Jaminan untuk kredit ini adalah proyek terkait dan penjaminan dari sumber eksternal. Kredit ini memiliki tingkat suku bunga mengambang maksimum per tahun 24,0% untuk kredit sampai dengan Rp5 juta dan 16,0% untuk kredit diatas Rp5 juta berdasarkan peraturan Bank Indonesia.

Kredit Linkage Program (KLP)

Perseroan menyalurkan pinjaman keuangan mikro melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Koperasi Simpan Pinjam (Koperasi). Jatuh tempo dari pinjaman ini umumnya satu tahun dan dapat diperpanjang dua kali atas permintaan debitur untuk tambahan dua tahun. Kredit ini umumnya memiliki tingkat suku bunga mengambang.

Tabel berikut ini memperlihatkan enam kredit korporat yang dimiliki oleh Perseroan (dalam Rupiah) berdasarkan jenis kredit, kecuali pembiayaan Syariah:

Perbankan Syariah

Unit Usaha Syariah Perseroan memfokuskan diri pada pembiayaan rumah dan juga pembiayaan komersial dan transaksi ritel lainnya. Perseroan menawarkan sejumlah produk pembiayaan dan pendanaan Syariah, sebagai berikut:

Pembiayaan KPR BTN iB (islamic Banking) dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor

BTN iB

Pembiayaan ini didasarkan atas prinsip jual/beli (Murabahah), dimana Perseroan membeli rumah, apartemen atau kendaraan bermotor yang diinginkan oleh nasabah dan menjualnya kepada nasabah dalam tingkat harga dan marjin yang telah disepakati bersama. Pembayaran oleh nasabah dilakukan secara periodik sama halnya dengan pencicilan kendaraan atau rumah konvensional pada umumnya.

Pembiayaan Investa BTN iB

Perseroan menyediakan modal kerja bagi pendanaan nasabah bisnis (Mudharib). Kompensasi yang diperoleh Perseroan berasal dari bagi hasil terhadap pendapatan yang didapat dari kegiatan bisnis yang sedang dibiayai oleh Perseroan.

Pembiayaan Yasa Griya BTN iB

Perseroan menyediakan pembiayaan ini untuk pengembang real estate dan bisnis sejenis untuk menyediakan modal kerja untuk membiayai konstruksi proyek perumahan, termasuk infrastruktur terkait. Bagi hasil yang diperoleh Perseroan berasal dari bagi hasil pendapatan debitur yang dihasilkan dari bisnis yang dibiayai.

Pembiayaan KPR Indensya BTN iB

Pembiayaan ini berdasarkan prinsip jual/beli (Mudharabah), di mana Perseroan membeli perumahan yang dibangun oleh suatu pengembang berdasarkan permintaan nasabah, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga dan tingkat keuntungan yang telah disepakati. Pembayaran oleh nasabah dilakukan secara periodik sarna halnya dengan pencicilan kredit rumah konvensional.

Pembiayaan Gadai Emas iB/Rahn

Pembiayaan ini berdasarkan harta nasabah berupa emas sebagai jaminan. Perseroan mengenakan imbal jasa atas penyimpanan emas dan keuntungan yang berasal dari bagi hasil.

Tabel berikut ini memperlihatkan empat pembiayaan Syariah yang diterapkan oleh Perseroan:

Risiko Usaha

A. Risiko-risiko yang berkaitan dengan Perseroan

1. Risiko ketidakmampuan mempertahankan kualitas portofolio kredit milik Perseroan

2. Risiko terjadinya peningkatan penyisihan kerugian untuk menutup kerugian portofolio kredit yang terjadi di masa mendatang

3. Risiko konsentrasi kredit pada sektor dan daerah tertentu

4. Jaminan yang diberikan untuk menjamin kredit yang diberikan oleh Perseroan mungkin tidak mencukupi dan Perseroan tidak bisa merealisasikan secara penuh nilai jaminan yang diberikan

5. Risiko kesulitan likuiditas akibat jatuh tempo aktiva dan kewajiban yang tidak sepadan

6. Risiko perubahan kebijakan Pemerintah sehubungan dengan KPR bersubsidi

7. Perseroan mungkin tidak dapat mengelola pertumbuhan Perseroan yang cepat

8. Risiko kegagalan penerapan strategi Perseroan

9. Risiko menurunnya nilai pasar dari obligasi Pemerintah dan surat berharga lainnya dalam portofolio Perseroan terhadap nilai buku dari aset tersebut

10. Risiko sistem teknologi informasi

11. Risiko berkurangnya likuiditas

12. Risiko Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas Perseroan

B. Risiko-risiko yang berkaitan dengan sektor perbankan di Indonesia

1. Sektor perbankan Indonesia sedang dalam proses penyembuhan dan apabila proses tersebut gagal, maka akan berdampak secara material dan merugikan Perseroan

2. Pemerintah di masa lalu telah mengubah dan di masa yang akan datang mungkin akan mengubah syarat-syarat dari obligasi rekapitalisasi Pemerintah yang dimiliki Perseroan

3. Risiko diberhentikannya program penjaminan deposito bank di Indonesia yang mungkin akan menimbulkan ketidakpastian terhadap kestabilan sektor perbankan

4. Risiko persaingan usaha

5. Bank-bank di Indonesia rentan terhadap gejolak tingkat suku bunga

6. Risiko perubahan undang-undang perbankan Indonesia

7. Risiko perubahan kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, termasuk implementasi dari Kebijakan Kepemilikan Tunggal Perbankan

C. Risiko-risiko yang berkaitan dengan kondisi di Indonesia

1. Risiko ketidakstabilan politik di Indonesia

2. Risiko melambatnya pertumbuhan atau pergerakan ekonomi di Indonesia

3. Risiko serangan teroris dan kejadian-kejadian lain yang dapat mengganggu stabilisasi di Asia Tenggara

4. Risiko ketidakmampuan Pemerintah untuk mendapatkan pembiayaan dari sumbersumber lain selain dari International Monetary Fund

5. Kondisi keuangan dan hasil usaha Perseroan dapat terpengaruh secara negative apabila nasabah korporasi Perseroan gagal mempertahankan hubungan ketenagakerjaan

6. Risiko bencana alam

7. Risiko f1uktuasi nilai Rupiah

8. Risiko serangan penyakit severe acute respiratory syndrome, flu burung, flu babi atau epidemi lainnya

D. Risiko yang berkaitan dengan kepemilikan saham Perseroan

1. Kondisi Bursa Efek di Indonesia yang dapat mempengaruhi harga dan likuiditas saham Perseroan; ketiadaan peredaran saham Perseroan sebelumnya di pasar dapat menyebabkan kurangnya likuiditas.

2. Investor mungkin tidak dapat melaksanakan keputusan pengadilan asing yang melibatkan Perseroan

3. Tuntutan dan perbaikan yang tersedia berdasarkan hukum Indonesia mungkin tidak seluas dibandingan dengan yang tersedia di yurisdiksi lainnya. Tidak ada kepastian yang dapat diberikan bahwa Pengadilan Indonesia akan melindungi kepentingan investor dengan cara yang sama dengan perlindungan yang akan diberikan oleh Pengadilan Amerika Serikat.

4. Investor dapat dikenakan pembatasan mengenai hak-hak Pemegang Saham Minoritas

Data Keuangan

Laporan keuangan Perseroan tanggal 30 Juni 2009 dan untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal tersebut, serta tanggal 31 Desember 2008 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, tanggal 31 Desember 2007 (disajikan kembali) dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut (untuk tujuan perbandingan), dan tanggal 31 Desember 2006 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, telah diaudit oleh KAP Purwantono, Sarwoko & Sandjaja, berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh IAPI, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian. Laporan keuangan Perseroan tanggal 31 Desember 2005, 2004 dan 2003, serta untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut, telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja, berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh IAPI, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian.

Emisi saham PT Bank Tabungan Negara (Persero)Tbk



Nama : Djun Thian

Npm : 20207351

Kelas : 3 EB 11